Oleh Ade Tri Putra |
Saat ini
sedang marak-maraknya
gugat-menggugat hak paten, dan telah menjadi tren mendunia. Dahulu, bahkan
sampai sekarang, pencakar teknologi, yaitu apple dan samsung berebut tentang
paten. Mereka saling memperebutkan hak atas tehknologi tersebut dan mengklaim
tehknologi tersebut bahwa milik salah satu dari mereka.
Kasus
selanjutnya yaitu pada Oracle, Oracle menggugat hak paten kepada Google
(8/2010). Gugatan Oracle terhadap Google yaitu pada penggunaan Java pada sistem
Android. Oracle menuntut Google karena telah merasa dirugikan sekitar 6,1
miliar dollar AS. Namun menurut Google sistem Google Android tidak mengambil
hak paten Java. Pihak Google mengatakan hak telah
diperoleh ketika membeli Sun Microsystems pada tahun 2010. "Itu tidak melanggar paten Oracle,"
ujar pihak Google.
RIM,
Apple dan Samsung digugat karena Hak Paten layar sentuh. Gugatan ini berasal
dari sebuah perusahaan di Texas tengah. Dasar gugatan ini diyakini diajukan
oleh patent roll, yakni sebuah perusahaan yang memperoleh keuntungan dengan
cara membeli patent dari perusahaan – perusahaan kecil yang kemudian digunakan
untuk menggugat perusahaan-perusahaan raksasa. Perusahaan ini menggugat di
negara bagian yang memiliki kekuatan hukum yang menguntungkan bagi mereka.
Perusahan
China vs Apple. Kata “iPad” sudah terdengar sangat bagus ditelinga masyarakat
dan pasti sudah berujung ke Apple. Namun berbeda dengan situasi di China. Merk
iPad di China merupakan hak merk dagang sah milik perusahaan asal Shenzen,
China, Proview Internasional. Perseteruan antara perusahaan China dengan Apple
berakhir dengan kemenangan perusahaan China dan penyitaan komputer tablet milik
Apple yang bermerk iPad tersebut.
Saat
ini Yahoo, perusahaan yang sedang berusaha naik kembali telah menggugat
Facebook yang merupakan mitranya sendiri atas sistem iklan untuk web dan
nilainya ditaksir sekitar USD100 miliar. Sebuah angka yang cukup besar yang
dapat menghidupkan kembali Yahoo jika ia memenangkan patennya tersebut. Namun
Facebook tidak tinggal diam, Facebook telah melakukan serangan balik dengan
menggugat 10 pelanggaran hak paten. Gugatan ini datang ketika Yahoo sedang masa
krisis, pendapatan Yahoo terus saja menurun.
“Saat kami mengajukan gugatan
paten, kami juga merespon sempitnya sudut pandang Yahoo yang menyerang salah
satu rekan mereka, dan memprioritaskan gugatan di atas inovasi," ujar Konsulat Jenderal Facebook, Ted Ullyot.
Menurut
saya gugatan-gugatan tersebut hanya lah ingin memperoleh laba yang lebih. Jika
ada yang meniru, hal tersebut wajar saja. Bayangkan jika sistem ditiap
perusahaan berbeda jauh, maka masyarakat atau konsumen akan merasa bingung.
Tidak apa jika memiliki fitur yang sama, hal ini akan menghindari monopoli
pasar yang hanya akan merusak perekonomian. Jika memiliki fitur yang sama namun
pasti memiliki source code atau sumber kode yang berbeda, namun jika sama maka
hal yang sewajarnya untuk di gugat.
Dari
contoh contoh kasus tersebut timbul pertanyaan "Bagaimana
sih peraturan hak paten sebenarnya?", "Apa sih keunggulan hak paten
tersebut ?". Selanjutnya kita akan bahas mengenai peraturan-peraturannya.
Peraturan Hak
Paten
di Indonesia
Hak
cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau
informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin
suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk
membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak
cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak
cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”.
Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film,
karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman
suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio
dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak
cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten,
yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan
merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah
orang lain yang melakukannya.
Hukum
yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan
suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya,
atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus
melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau
menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney
tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh
tikus secara umum.
Di
Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang
tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
Peraturan Hak Paten Dunia
Sebelum
menuju peraturan hak paten dunia ada baiknya kita mengenal sejarahnya, yaitu di
abad pertengahan, penerbit hanya mengenal konsep kepemilikan sebuah karya
(dalam hal ini buku) dan sama sekali belum memberikan perlindungan terhadap
hak-hak para penulis. Sehingga jika seseorang ingin menyalin sebuah buku, yang
ia harus lakukan adalah meminjam dan membayar kepada sang pemilik buku. Saat
itu belum terbersit sedikit pun untuk memberikan kompensasi kepada pengarang/
penulis buku.
Dunia
penerbitan belum berkembang dengan pesat. Hampir semua reproduksi buku dan
karya-karya monumental dilakukan oleh pihak gereja. Di tahun 1440, terjadilah
revolusi dalam dunia penerbitan, yang ditandai dengan diciptakannya mesin cetak
jenis moveable oleh Johannes Gutenberg. Mesin ciptaan Gutenberg mampu
menghasilkan tidak hanya ratusan tetapi ribuan eksemplar per hari. Di abad XV
hal ini dianggap sangat fenomenal, mengingat reproduksi buku adalah sebuah
kegiatan yang sangat mahal dan sangat lama (karena harus dilakukan secara
manual oleh manusia).
Hak
paten belum dikenal hingga tahun 1770. Pada tahun tersebut, Parlemen Britania
Raya menetapkan sebuah undang-undang yang memiliki tujuan utama melindungi
hak-hak para penulis dan penerbit. Beberapa bagian dari undang-undang tersebut
memiliki banyak kesamaan dengan undang-undang hak cipta di masa kini, misalnya
pengakuan terhadap hak-hak pengarang/ penulis, jangka waktu berlaku hak cipta
selama 28 tahun, kewajiban bagi penulis untuk mendaftarkan secara terbuka klaim
mereka atas karya yang dihasilkan, dan sebagainya.
Tahun
1787 merupakan tonggak bersejarah berikutnya bagi perkembangan hak cipta.
Pemerintah AS kala itu menetapkan dalam Konstitusi AS bahwa Kongres memiliki
kewenangan untuk memberikan hak eksklusif terhadap para penulis dan penemu
sehubungan dengan tulisan serta temuan mereka.Tiga tahun kemudian (1790), hukum
hak cipta pertama disahkan. Undang-undang hak cipta AS ini memiliki banyak
kemiripan dengan undang-undang serupa yang sebelumnya diterbitkan di Britania
Raya. Sayangnya undang-undang tersebut hanya melindungi barang-barang cetak dan
belum menyentuh komoditas lainnya, contohnya musik. UU Hak Cipta pertama ini
juga telah menerapkan hukuman bagi para pelanggar, misalnya penyitaan dan kewajiban
membayar sejumlah uang sebagai denda.
Beberapa
tokoh pendukung penegakan hukum hak cipta ialah Noah Webster, James Madison,
George Washington, serta Thomas Edison. Webster menyusun beberapa buku terkenal
seperti The American Spelling Book 1783 dan The American Dictionary of the
English Language. Sementara itu, James Madison, George Washington, dan Thomas
Edison adalah beberapa jurnalis produktif yang turut serta dalam usaha Noah
Webster untuk menuntut perlindungan terhadap hak-hak pengarang/ penulis.
Sepanjang
abad XX, hak cipta yang semula hanya meliputi barang cetak telah diperluas
cakupannya menjadi foto, rekaman musik (yang tidak hanya mencakup
komposisinya), piranti lunak komputer, serta karya arsitektur.
Pada
tahun 1976 ditetapkan sebuah undang-undang baru yang bernama Copyright Act of
1976.Di dalam UU tersebut disebut sebuah istilah bernama "fair use"
(penggunaan yang adil). Istilah ini mengacu kepada pembuatan salinan atau
pengutipan karya orang lain dalam koridor kebebasan berbicara dan demi
meningkatkan wacana intelektual.
Menyalin karya orang lain selama tidak melebihi setengah lusin eksemplar
(maksimal 6 eksemplar) tidak dianggap pelanggaran hak cipta dan hanya
digolongkan sebagai penggunaan yang adil (fair use). Penggunaan yang adil juga
dapat dilakukan oleh perpustakaan dan lembaga-lembaga arsip yang membuat
salinan dengan tujuan untuk memperbanyak karya tersebut hingga dapat
mempublikasikannya ke masyarakat umum.
Di tahun
1998, seiring dengan perkembangan teknologi dan naiknya pamor internet, Kongres
AS memperbaharui perangkat hukum hak cipta dengan menerbitkan UU baru bernama
"the Digital Millenium Copyright Act". Di masa kini hak cipta tidak
hanya melindungi dari pelanggaran yang tampak nyata dan jelas tetapi juga usaha
untuk menyalin atau usaha lain untuk membuat reproduksi/ salinan dari gaya atau
penampilan secara umum dari suatu sampul majalah atau layar komputer.
Lantas,
bagaimana dengan peraturan Internasional? Ya, untuk pertanyaan ini jawabannya
ialah peraturan yang di pakai ialah dimana barang tersebut di edarkan alias
hanya akan memakai peraturan daerah dimana tempat ia diedarkan atau hanya
memakai peraturan daerah tempat asal atau tempat di edarkannya.
Keunggulan
hak paten tersebut ialah memiliki beberapa hak, yakni :
- Hak eksklusif
- Hak ekonomi dan hak moral
Hak Eksklusif
Beberapa
hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak
untuk:
- membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
- mengimpor dan mengekspor ciptaan,
- menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
- menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
- menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang
dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak
ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak
lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak
cipta.
Konsep
tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak
cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,
mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan
ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”.
Selain
itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang
berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh
pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser
rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil
dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka
masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang
penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak
eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya
dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik
hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut
dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Hak Ekonomi dan Hak Moral
Banyak
negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai
penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan
penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup
hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk
diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak
cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak
ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan
hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni,
rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun
hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2].
Contoh
pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun
misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak
lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-Undang Hak Cipta.
Sumber :
- http://teknologi.vivanews.com/news/read/301735-serangan-balik--facebook-gugat-yahoo
- http://infosifacebook.blogspot.com/2012/03/yahoo-gugat-facebook.html
- http://shuba.web.id/shuba/?p=584
- http://www.hargabb.com/rim-apple-dan-samsung-digugat-karena-paten-layar-sentuh/
- http://www.masrahmat.com/2012/04/melanggar-hak-paten-oracle-gugat-google.html
- http://inagist.com/all/192476792475492352/
- http://ciputraentrepreneurship.com/edukasi/2575-sejarah-hak-paten-dunia.html
- http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
0 comments:
Post a Comment