Monday, April 23, 2012


Oleh
Muhammad Reza
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”.

Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).



Di samping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank Syariah melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi Bank Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank Syariah, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli) dan lain-lain.

Konsep negara hukum yang tercantum dalam konstitusi Indonesia memberikan dampak terhadap subjek hukum baik warga negara atau badan hukum, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum wajib memiliki dasar hukum, mengikuti hukum yang berlaku, dan tidak melanggar peraturan-peraturan yang ada. Berdasarkan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jenis dan heirarki Peraturan Perundang-Undangan yang dijadikan sumber hukum di Indonesia, baik materiil maupun formil, adalah sebagai berikut:
a.       Undang-Undang Dasar Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
c.       Peraturan Pemerintah
d.      Peraturan Presiden
e.       Peraturan Daerah
                                               
Berdasarkan substansi pasal di atas, perbankan syariah dalam menjalankan aktivitasnya wajib menggunakan heirarki Peraturan Perundang-Undangan sebagai dasar hukum serta beberapa peraturan dari instansi tertentu yang terkait secara langsung terhadap bank syariah

Bank syariah berdiri pertama kali di Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Umum Syariah dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan maka Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun1992 tentang perbankan dan juga tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.

Selain itu, yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada Pasal 1 butir 13 Undang-undang tersebut, yakni sebagai berikut :
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prisip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 maka Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1998 sebagai tindak lanjut dari Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah, yaitu Bank Umum Syariah, BPR Syariah, dan Bank Konvensional.

0 comments:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!