Oleh Nurahasanah |
Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha dibawah satu nama bersama. (KUHD 19 dst., 22 dst., 26-11, 29; Rv. 6-5o, 8-2 o, 99.)
Dalam perseroan firma tiap-tiap pesero
bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk seluruhnya atas
perikatan-perikatan perseroannya. (KUHP perd.
1282, 1642, 1811.)
Persekutuan Firma merupakan bagian
dari persekutuan perdata, maka dasar hukum persekutuan firma terdapat pada
Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan
pasal-pasal lainnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang
terkait.
Pasal 23 KUHD dan Pasal 28 KUHD
menyebutkan setelah akta pendirian dibuat, maka harus didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dimana firma tersebut berkedudukan dan kemudian
akta pendirian tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pendirian
Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan cukup lengkap,
terutama dalam Pasal 22 hingga Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Adapun pendirian Firma dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang
menjelaskan bahwa, tiap-tiap persekutuan Firma harus didirikan dengan akta
otentik, akan tetapi ketiadaan akta demikian tidak dapat ditemukan untuk
merugikan pihak ketiga.
Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan
tulisan di bawah tangan.(vide pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).
Perbedaan pokok
antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara pembuatan atau
terjadinya akta tersebut. Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai
Pencatat Sipil),di tempat akta itu dibuat.(vide Pasal 1868 KUHPerdata, Pasal
165 Herziene Indonesisch Reglemen (“HIR”), dan Pasal 285 Rechtsreglement
Buitengewesten (“RBg”)).
Akta di bawah
tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan
pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja (vide
Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 286 RBg).
Contoh dari
akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses
perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dan sebagainya,
sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa
rumah, surat perjanjian jual beli, dan sebagainya.
Akta mempunyai fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi sebagai alat
bukti (probationis causa) Akta sebagai fungsi formil artinya bahwa suatu
perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat suatu akta. Sebagai
contoh perbuatan hukum yang harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat
formil adalah perbuatan hukum disebutkan dalam Pasal 1767 KUHPerdata mengenai
perjanjian hutang piutang. Minimal terhadap perbuatan hukum yang disebutkan
dalam Pasal 1767 KUHPerdata, disyaratkan adanya akta bawah tangan.
Fungsi akta lainnya yang juga merupakan fungsi akta yang paling penting
adalah akta sebagai alat pembuktian. Dibuatnya akta oleh para pihak yang
terikat dalam suatu perjanjian ditujukan untuk pembuktian di kemudian hari.
Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak
dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa
yang dimuat dalam akta tersebut (vide Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBg, dan Pasal
1870 KUHPerdata).
Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari
hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta
tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain
yang dapat membuktikan sebaliknya. Sebaliknya, akta di bawah tangan dapat
menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para
ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda
tangan dalam akta di bawah tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa
tulisan itu hendak dipakai. (vide Pasal 1857 KUHPerdata).
Ada
tiga unsur penting dalam isi Pasal di atas, yang dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Firma harus didirikan dengan akta otentik
2. Firma dapat didirikan tanpa akta otentik
3. Akta yang tidak otentik tidak boleh merugikan
pihak ketiga.
Selama akta
pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga menganggap firma
sebagai persekutuan umum yang menjalankan segala macam usaha, didirikan untuk
jangka waktu yang tidak terbatas serta semua sekutu berwenang menandatangani
berbagai surat untuk firma ini sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 29 KUHD. Isi
ikhtisar resmi akta pendirian firma dapat dilihat di Pasal 26 KUHD yang harus
memuat sebagai berikut:
- Nama,
nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
- Pernyataan
firmanya dengan menunjukan apakah persekutuan itu umum ataukah terbatas
pada suatu cabang khusus perusahaan tertentu dan dalam hal terakhir dengan
menunjukan cabang khusus itu.
- Penunjukan
para sekutu yang tidak diperkenankan bertanda tangan atas nama firma.
- Saat
mulai berlakunya persekutuan dan saat berakhirnya.
- Dan
selanjutnya, pada umumnya bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus
dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para sekutu.
Pada umumnya
Persekutuan Firma disebut juga sebagai perusahaan yang tidak berbadan hukum
karena firma telah memenuhi syarat/unsur materiil namun syarat/unsur formalnya
berupa pengesahan atau pengakuan dari Negara berupa peraturan
perundang-undangan belum ada. Hal inilah yang menyebabkan Persekutuan Firma
bukan merupakan persekutuan yang berbadan hukum.
Dapat disimpulkan, bahwa akta dalam pembentukan Firma hanyalah
berfungsi sebagai alat bukti untuk memudahkan pembuktian berdirinya suatu Firma
dan perincian hak dan kewajiban masing-masing anggota. Setelah Firma didirikan,
maka Firma harus didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat, dan
pendaftaran Firma dapat berupa petikan akta saja (Pasal 23-25 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor
3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan).
Daftar Pustaka
1.
Budiarta,
Kustoro, 2010.Pengantar Bisnis.Mitra
Wacana,Jakarta.
2.
Tim Dosen,
2012.Hukum Bisnis. Unimed, Medan
0 comments:
Post a Comment