Oleh Yogi Pratama Tarigan |
Kenyataan sejauh ini
di Indonesia masih memerlukan investor asing, demikian juga dengan pengaruh
globalisasi peradaban dimana Indonesia sebagai negara anggota WTO harus membuka
kesempatan masuknya tenaga kerja asing. Untuk mengantisipasi hal tersebut
diharapkan ada kelengkapan peraturan yang mengatur persyaratan tenaga kerja
asing, serta pengamanan penggunaan tenaga kerja asing. Peraturan tersebut harus
mengatur aspek-aspek dasar dan bentuk peraturan yang mengatur tidak hanya di
tingkat Menteri, dengan tujuan penggunaan tenaga kerja asing secara selektif
dengan tetap memprioritaskan TKI.
Oleh karenanya dalam
mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang
sangat ketat. mekanisme dan prosedur tersebut sesuai dengan berbagai peraturan
ketenagakerjaan diantaranya :
1. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)
Pada prinsipnya, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995
tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah mewajibkan
pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan
yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum
atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga
kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu
(Pasal 2).
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UUK), penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing
(UUPTKA). Dalam perjalanannya, pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja
asing tidak lagi diatur dalam undang-undang tersendiri, namun sudah merupakan
bagian dari kompilasi dalam UU Ketenagakerjaan yang baru. Dalam UUK, pengaturan
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai
dengan Pasal 49. Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang
menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA
yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban
penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban
memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja.
3. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Peraturan Menteri ini dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan
Pasal 42 ayat (1) UUK. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing ini maka beberapa
peraturan sebelumnya terkait dengan pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK ini yakni
:
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.20/MEN/III/2004 tentang Tata Cara Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing;
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.21/MEN/III/2004 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Sebagai Pemandu Nyanyi/Karaoke;
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA);
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.15/MEN/IV/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA);
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.34/MEN/III/2006 tentang Ketentuan Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Kepada Pengusaha Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Pada Jabatan Direksi atau Komisaris;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal
44).
Implementasi
Sejak amandemen UUD 1945, asas
otonomi daerah mendapatkan posisinya dalam Pasal 18 tentang pemerintah daerah
dan dikembangkannya sistem pemerintahan yang desentralistis melalui
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lima hal pokok
yang menjadi kewenangan Pusat Menyusul diberlakukannya otonomi daerah ini
adalah luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter, kehakiman, dan fiskal.
Masalah ketenagakerjaan pun menjadi lingkup kewenangan pemerintah daerah,
dengan menempatkannya dalam struktur organisasi dan tata kerja dalam struktur
“dinas”.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing,
pengajuan mempergunakan tenaga kerja asing untuk pertama kalinya diajukan
kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selanjutnya untuk perpanjangan
diajukan dan diberikan oleh Direktur atau Gubernur/Walikota. Kondisi ini telah
melahirkan masalah baru di daerah.
Sebagai contoh kasus yang
terjadi di Kota Batam, Sebelum diberlakukannya UUK, Pemerintah Daerah melalui
seksi penempatan kerja dan tenaga kerja asing memiliki tugas dan wewenang dalam
proses pemberian izin tenaga kerja asing di Kota Batam. Akan tetapi setelah
diberlakukannya UUK, tugas dan kewenangan seksi tereliminir. Para pengusaha
yang akan mempekerjakan tenaga kerja asing pun harus menyeberang pulau menenuju
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta.
Tentu saja dengan mekanisme baru
ini membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Apa lagi birokrasi di
Kementerian kita masih dinilai negatif; urusan yang mudah justru dipersulit.
Kerumitan yang dipandang oleh para pengusaha yang akan meminta izin
mempekerjakan tenaga kerja asing ini menjadi sorotan terutama bagi kementerian
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk dapat meningkatkan
kinerjanya dalam memberikan pelayanan khususnya pemberian izin mempekerjakan
tenaga kerja asing.
Selanjutnya Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi menerbitkan Surat Keputusan Nomor B.388/MEN/TKDN/VI/2005
tanggal 21 Juli 2005 yang telah disosialisasikan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota
Batam. SK ini pun mendapat tanggapan keras dari kalangan pengusaha di Batam
untuk dapat meninjau kembali tentang pengesahan RPTKA.
Keberatan lain yang menjadi
point penting adalah biaya yang cukup besar untuk mengurus pengajuan dan izin
penggunaan tenaga kerja asing. Pengurusan izin penempatan tenaga kerja asing
juga muncul sehubungan dengan pendapatan asli daerah (PAD) karena di dalam
kaitannya dengan dana kompensasi di Provinsi Jawa Timur terdapat sedikitnya
1400 tenaga kerja asing yang tersebar di wilayah Kabupaten/Kota.
Berkaitan dengan keberadaan
tenaga kerja asing tersebut maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuat Perda
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Izin Kerja Perpanjangan Sementara dan Mendesak Bagi
tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; yang substansinya memberikan
pembebanan kepada pengguna tenaga kerja asing di Jawa Timur untuk membayar dana
kompensasi kepada pemerintah daerah provinsi dan hasil dana kompensasi tersebut
dibagi secara proporsional kepada setiap Kabupaten/Kota yang terdapat di wilayah
Provinsi Jawa Timur.
Penutup
Berdasarkan uraian terdahulu, dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketentuan mengenai tenaga kerja asing di Indonesia dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak
diatur lagi dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri seperti dalam
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga kerja asing, tetapi
merupakan bagian dari kompilasi dalam UUK yang baru tersebut. Ketentuan
mengenai penggunaan tenaga kerja asing dimuat pada Bab VIII Pasal 42 sampai
dengan Pasal 49. Namun demikian untuk dapat melaksanakan undang-undang yang
baru masih banyak kendala terutama dalam menggalakkan investasi karena sejumlah
peraturan yang melengkapi kelancaran program penggunaan tenaga kerja asing
belum siap, sejauh ini baru Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang
Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang sudah ada disamping 3 Permenaker
yang lain untuk mengisi kekosongan hukum dengan belum terbitnya peraturan-peraturan
yang diperlukan maka peraturan yang lama sementara masih diberlakukan.
2. Penempatan tenaga kerja asing dapat
dilakukan setelah pengajuan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA)
disetujui oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan mengeluarkan
izin penggunaan tenaga kerja asing. Untuk dapat bekerja di Indonesia, tenaga
kerja asing tersebut harus mempunyai izin tinggal terbatas (KITAS) yang
terlebih dahulu harus mempunyai visa untuk bekerja di Indonesia atas nama
tenaga kerja asing yang bersangkutan untuk dikeluarkan izinnya oleh Direktorat
Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
3. Tenaga ahli yang didatangkan dari
luar negeri oleh perusahaan pemerintah/swasta hendaknya benar-benar tenaga ahli
yang terampil sehingga dapat membatu proses pembangunan ekonomi dan teknologi
di Indonesia. Untuk itu proses alih teknologinya kepada TKI baik dalam jalur
menajerial maupun profesionalnya harus mendapat pengawasan yang ketat dengan
memberikan sertifikasi kepada tenaga ahli tersebut.
Daftar Pustaka
Kompas.com,
Dilema Indonesia dalam ACFTA
http://hukum.unsrat.ac.id/naker/naker.htm
http://www.djpp.depkumham.go.id/
0 comments:
Post a Comment