Oleh Putri Amelia |
Hal itu pun
menjadi suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah bagi para
pelaku usaha. Untuk memperlancar pengawasan terhadap badan usaha, pemerintah
pun mendirikan suatu lembaga independen yang memang bertujuan khusus untuk
melindungi suatu bentuk usaha. Badan perlindungan usaha yang didirikan oleh
pemerintah tersebut bernama KPPU.
Apa itu KPPU?
KPPU adalah kependekan atau singkatan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Yang berarti adalah sebuah lembaga yang dibentuk untuk mengawasi berbagai
persaingan yang terjadi dalam dunia usaha. KPPU adalah
suatu lembaga independen Indonesia yang dibuat berdasarkan Undang – undang No.
5 tahun 1999. Undang- undang tersebut berisi garis besar tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Ada 3 tugas yang
harus diawasi oleh KPPU berdasarkan pada UU no.5 tahun 1999 tersebut:
1.
Perjanjian yang
dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara
bersama-sama mengontrol produksi atau pemasaran barang dan jasa yang dapat
menyebabkan praktek monopoli persaingan usaha yang tidak sehat seperti
perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, perjanjian
tertutup,persekutuan, dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2.
Kegiatan yang
dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan pemasaran melalui pengaturan
pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek persaingan usaha tidak
sehat.
3.
Posisi dominan,
pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk
membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku
usaha lain.
Keberadaan KPPU
diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1.
Konsumen tidak
lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2.
Keragaman produk
dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3.
Efisiensi
alokasi sumber daya alam
4.
Konsumen tidak
lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui
pada pasar monopoli
5.
Kebutuhan
konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan
layanannya
6.
Menjadikan harga
barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7.
Membuka pasar
sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8.
Menciptakan inovasi
dalam perusahaan
Hambatan yang Dihadapi KPPU dalam Meningkatkan Pembangunan Perekonomian
Indonesia
Lahirnya UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
saha Tidak Sehat, yang secara bersamaan melahirkan organisasi yang mengawasinya
(Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU). Tugas komisi ini adalah:
melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian
terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan
penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat, mengambil tindakan hukum sesuai dengan wewenang Komisi dan memberikan
saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
Persoalan hukum persaingan tak berhenti di tingkat legislasi. Sistem
kelembagaan hukum berikutnya menjadi masalah besar. Sistem hukum persaingan,
bagaimanapun, harus diintegrasikan dengan sistem hukum nasional. Oleh karena
itu, litigasi setelah KPPU adalah Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung.
Pada dua institusi itulah penegakan sistem hukum persaingan mengalami hambatan dan ganjalan berat. Sebab, sistem di dua institusi tadi memang
sudah bermasalah sejak tiga-empat dekade terakhir. Sistem tersebut sudah
terkontaminasi berat oleh KKN. Sistem dan proses hukumnya tidak efisien,
sehingga mengganjal sistem lain di bawah yurisdiksinya atau sistem yang terkait
lainnya. Oleh karena itu, tantangan KPPU, parlemen, dan sistem persaingan
secara keseluruhan tidak lain adalah sistem hukum yang menjadi universumnya.
KPPU seperti menghadapi kebuntuan dalam melaksanakan tugas litigasinya. Sistem dan prosedur litigasi standar, sesuai praktek terbaik dari
pengalaman negaranegara lain, sudah dilakukan untuk menemukan mana praktek yang
curang dan yang tidak. KPPU sudah mengerahkan kemampuannya dalam memutuskan
berbagai kasus. Namun, karena sistem pengadilan tidak profesional, maka nasib
hukum persaingan tersandung dalam sistem hukum nasional. Sama nasibnya dengan
pengadilan niaga maupun pengadilan lingkungan hidup.
Contoh Kasus
Perkara KPPU No.26/KPPU-L/2007 ini
bermula dari laporan tentang adanya penetapan harga SMS off-net. Pelanggaran
tersebut dilakukan oleh para operator jasa telekomunikasi pada periode
2004sampai dengan 1 April 2008. KPPU menemukan bukti adanya klausula perjanjian
kerja sama (PKS) Interkoneksi yang menyatakan bahwa harga layanan SMS off-net
berkisar pasa Rp. 250,00 – Rp. 350,00. Tim Pemeriksa juga menemukan beberapa
klausula penetapan harga SMS tidak boleh lebih rendah dari Rp. 250,00 dalam PKS
Interkoneksi. Komisi juga melihat adanya dampak atas penetapan harga yang mengakibatkan
kerugian konsumen dihitung berdasarkan selisih penerimaan harga kartel dengan
penerimaan harga kompetitif SMS off-net setidak-tidaknya sebesar Rp.
2.827.700.000.000). Komisi tidak berwenang untuk menjatuhkan sanksi ganti rugi
untuk konsumen. Dalam putusannya, KPPU menyatakan bahwa 6 (enam) operator
telekomunikasi melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 dengan dijatuhi
denda berkisar Rp. 4 Milyar sampai dengan Rp. 25 Miyar.
Dalam Putusan KPPU No. 26/KPPU-L/2007 tentang Penetapan Harga SMS, selain
KPPU menemukan bukti adanya perjanjian tertulis di antara para operator, juga
membuktikan dampak terhadap persaingan itu sendiri, yakni adanya kerugian yang
dialami konsumen.
Penyelidikan terhadap ada tidaknya pelanggaran terhadap ketentuan hukum
persaingan melalui pendekatan per se illegal dianggap lebih memberikan
kepastian hukum. Artinya, bahwa adanya larangan yang tegas dapat memberikan
kepastian bagi pengusaha untuk mengetahui keabsahan suatu perbuatan. Hal ini
memungkinkan mereka untuk mengatur dan menjalankan usaha tanpa khawatir adanya
gugatan hukum di kemudian hari, yang menimbulkan kerugian berlipat ganda.
Dengan perkataan lain, bahwa pendekatan per se illegal dapat memperingatkan
pelaku usaha sejak awal, mengenai perbuatan apa saja yang dilarang, serta
berusaha menjauhkan mereka untuk mencoba melakukannya.
Namun demikian, tidak mudah untuk
membuktikan adanya perjanjian, terutama jika perjanjian tersebut dilakukan
secara lisan48. Dalam hal ini, hakim hanya perlu membuktikan apakah terjadi
suatu perjanjian. Namun demikian, terdapat kesulitan untuk membuktikan suatu
perjanjian yang dilakukan dengan cara lisan (tidak tertulis).
Daftar Pustaka:
1. ftp://smpn16-mlg.sch.id/dinda/--LaW%20facuLty%20UB--/HUKUM%20EKONOMI/SLIDE%20HUKUM%20EKONOMI/contoh-salah-21.pdf
numpang singgah yah buu.. hehehee :P
ReplyDeleteboleh baca juga blog saya buu :)
www.tulisanpupu.blogspot.com
makasi ibuu.. :*
hihihi.. kirain siapa yg kasi komen, rupanya putri :)mantap blognya putri, ibu link-kan ke artikel putri ini ya :)
ReplyDeleteibuuuuu....kangen ibuuu....
ReplyDeletebu, putri create blog baru ni bu.....
monggo diliat2 yoo buuu...
bernpunyacerita.blogspot.com
buuu....sharing2 yuuuk bu mengenai blogging ini.... >,<
putri pengen ngasah passion putri buat nulis buuu...
kasih masukan dong buuuuuu :))))