Saturday, May 26, 2012


Oleh
Putri Amelia
Dalam menjalankan suatu usaha, ada beberapa syarat yang ditetapkan oleh pemerintah. Seperti pembuatan surat ijin usaha seprti SIUP, SITU dan lain – lain, hal itu berguna sebagai bentuk pengawasan internal dari pemerintah agar tidak terjadi suatu bentuk penyelewengan dalam satu badan usaha.

Hal itu pun menjadi suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah bagi para pelaku usaha. Untuk memperlancar pengawasan terhadap badan usaha, pemerintah pun mendirikan suatu lembaga independen yang memang bertujuan khusus untuk melindungi suatu bentuk usaha. Badan perlindungan usaha yang didirikan oleh pemerintah tersebut bernama KPPU.

Apa itu KPPU? KPPU adalah kependekan atau singkatan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Yang berarti adalah sebuah lembaga yang dibentuk untuk mengawasi berbagai persaingan yang terjadi dalam dunia usaha. KPPU adalah suatu lembaga independen Indonesia yang dibuat berdasarkan Undang – undang No. 5 tahun 1999. Undang- undang tersebut berisi garis besar tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

Ada 3 tugas yang harus diawasi oleh KPPU berdasarkan pada UU no.5 tahun 1999 tersebut:
1.    Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi atau pemasaran barang dan jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli persaingan usaha yang tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, perjanjian tertutup,persekutuan, dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2.    Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek persaingan usaha tidak sehat.
3.    Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.


Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1.    Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2.    Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3.    Efisiensi alokasi sumber daya alam
4.    Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5.    Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6.    Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7.    Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8.    Menciptakan inovasi dalam perusahaan


Hambatan yang Dihadapi KPPU dalam Meningkatkan Pembangunan Perekonomian Indonesia

Lahirnya UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
saha Tidak Sehat, yang secara bersamaan melahirkan organisasi yang mengawasinya (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU). Tugas komisi ini  adalah: melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, mengambil tindakan hukum sesuai dengan wewenang Komisi dan memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Persoalan hukum persaingan tak berhenti di tingkat legislasi. Sistem kelembagaan hukum berikutnya menjadi masalah besar. Sistem hukum persaingan, bagaimanapun, harus diintegrasikan dengan sistem hukum nasional. Oleh karena itu, litigasi setelah KPPU adalah Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung.

Pada dua institusi itulah penegakan sistem hukum persaingan mengalami hambatan dan ganjalan berat. Sebab, sistem di dua institusi tadi memang sudah bermasalah sejak tiga-empat dekade terakhir. Sistem tersebut sudah terkontaminasi berat oleh KKN. Sistem dan proses hukumnya tidak efisien, sehingga mengganjal sistem lain di bawah yurisdiksinya atau sistem yang terkait lainnya. Oleh karena itu, tantangan KPPU, parlemen, dan sistem persaingan secara keseluruhan tidak lain adalah sistem hukum yang menjadi universumnya.

KPPU seperti menghadapi kebuntuan dalam melaksanakan tugas litigasinya. Sistem dan prosedur litigasi standar, sesuai praktek terbaik dari pengalaman negaranegara lain, sudah dilakukan untuk menemukan mana praktek yang curang dan yang tidak. KPPU sudah mengerahkan kemampuannya dalam memutuskan berbagai kasus. Namun, karena sistem pengadilan tidak profesional, maka nasib hukum persaingan tersandung dalam sistem hukum nasional. Sama nasibnya dengan pengadilan niaga maupun pengadilan lingkungan hidup.

Contoh Kasus

Perkara KPPU No.26/KPPU-L/2007 ini bermula dari laporan tentang adanya penetapan harga SMS off-net. Pelanggaran tersebut dilakukan oleh para operator jasa telekomunikasi pada periode 2004sampai dengan 1 April 2008. KPPU menemukan bukti adanya klausula perjanjian kerja sama (PKS) Interkoneksi yang menyatakan bahwa harga layanan SMS off-net berkisar pasa Rp. 250,00 – Rp. 350,00. Tim Pemeriksa juga menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS tidak boleh lebih rendah dari Rp. 250,00 dalam PKS Interkoneksi. Komisi juga melihat adanya dampak atas penetapan harga yang mengakibatkan kerugian konsumen dihitung berdasarkan selisih penerimaan harga kartel dengan penerimaan harga kompetitif SMS off-net setidak-tidaknya sebesar Rp. 2.827.700.000.000). Komisi tidak berwenang untuk menjatuhkan sanksi ganti rugi untuk konsumen. Dalam putusannya, KPPU menyatakan bahwa 6 (enam) operator telekomunikasi melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 dengan dijatuhi denda berkisar Rp. 4 Milyar sampai dengan Rp. 25 Miyar.

Dalam Putusan KPPU No. 26/KPPU-L/2007 tentang Penetapan Harga SMS, selain KPPU menemukan bukti adanya perjanjian tertulis di antara para operator, juga membuktikan dampak terhadap persaingan itu sendiri, yakni adanya kerugian yang dialami konsumen.

Penyelidikan terhadap ada tidaknya pelanggaran terhadap ketentuan hukum persaingan melalui pendekatan per se illegal dianggap lebih memberikan kepastian hukum. Artinya, bahwa adanya larangan yang tegas dapat memberikan kepastian bagi pengusaha untuk mengetahui keabsahan suatu perbuatan. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengatur dan menjalankan usaha tanpa khawatir adanya gugatan hukum di kemudian hari, yang menimbulkan kerugian berlipat ganda. Dengan perkataan lain, bahwa pendekatan per se illegal dapat memperingatkan pelaku usaha sejak awal, mengenai perbuatan apa saja yang dilarang, serta berusaha menjauhkan mereka untuk mencoba melakukannya.

Namun demikian, tidak mudah untuk membuktikan adanya perjanjian, terutama jika perjanjian tersebut dilakukan secara lisan48. Dalam hal ini, hakim hanya perlu membuktikan apakah terjadi suatu perjanjian. Namun demikian, terdapat kesulitan untuk membuktikan suatu perjanjian yang dilakukan dengan cara lisan (tidak tertulis).

Daftar Pustaka:



dalam.html







3 comments:

  1. numpang singgah yah buu.. hehehee :P

    boleh baca juga blog saya buu :)

    www.tulisanpupu.blogspot.com

    makasi ibuu.. :*

    ReplyDelete
  2. hihihi.. kirain siapa yg kasi komen, rupanya putri :)mantap blognya putri, ibu link-kan ke artikel putri ini ya :)

    ReplyDelete
  3. ibuuuuu....kangen ibuuu....
    bu, putri create blog baru ni bu.....

    monggo diliat2 yoo buuu...

    bernpunyacerita.blogspot.com

    buuu....sharing2 yuuuk bu mengenai blogging ini.... >,<

    putri pengen ngasah passion putri buat nulis buuu...
    kasih masukan dong buuuuuu :))))

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!