Oleh Oktora Novianti Simanjuntak |
Pailit dapat
diartikan perseroan dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu.
Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri
mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan
kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu
suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar
hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan
menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti
Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.
Maka, dapat dikatakan Kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan Perseroan Pailit, yaitu Lembaga yang
mempunyai utang karena perjanjian dan sudah dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan.
Sebelum membahas
mengenai persyaratan kepailitan, berikut sedikit penjelasan mengenai apa itu
pailit dan pihak-pihak yang dipailitkan berdasakan Pasal 1 butir (1). (2), (3),
dan (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004:
1.
Kepailitan adalah
sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2.
Kreditor adalah
orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan.
3.
Debitor adalah
orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
4.
Debitor pailit
adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan
Pernyataan pailit
terhadap perseroan dinyatakan secara sederhana, artinya tidak diperlukan
alat-alat pembuktian sebagaimana dalam Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, karena cukup dengan bila peristiwa itu telah terbukti dengan alat-alat
pembuktian sederhana.
Alasan Kepailitan
·
Perusahaan tidak
lagi sanggup membayar hutangnya.
·
Pengeluaran lebih
besar dari pada pendapatan.
·
Adanya ancaman,
teguran atau upaya hukum dan para kreditur.
·
Perusahaan tidak
lagi menjalankan usahanya.
·
Adanya pemutusan
hubungan kerja PHK bagi karyawannya.
·
Upaya terakhir
yang paling baik untuk semua pihak dalam menyelesaikan pembayaran hutang.
Terkait hal
tersebut di atas maka suatu perseroan dapat dinyatakan pailit, apabila telah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Mempunyai dua atau
lebih kreditor Hal ini dimaksudkan
bahwa Perseroan dalam keadaan benar-benar tidak mampu membayar terhadap dua
atau lebih kreditornya tersebut.
2.
Tidak membayar
sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagihPada pernyataan tidak membayar sedikitnya satu utang
yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih disini adalah utang pokok atau bunga
yang tidak terbayar, namun pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37 Tahun 2004,
disebutkan kewajiban untuk membayar utang jatuh waktu dan dapat ditagih baik
karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu pengalihan sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan saksi atau denda oleh instansi yang berwenang
maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
3.
Atas permohonannya
sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa yang
dimaksud kreditor adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun
kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis maupun preferen, mereka
dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas
kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk
didahulukan. Namun bilamana terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing
kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.
Demikian
penjelasan dari kami berdasarkan ketentuan yang berlaku, dan sebagaimana yang
disebutkan dalam UU No. 37 Tahun 2004, bahwa syarat kepailitan ini diatur untuk
menghindari adanya perebutan harta perseroan maupun kecurangan-kecurangan oleh
salah seorang kreditor atau bahkan pihak perseroan sendiri.
Adapun
Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit,
yaitu:
1.
Pihak Debitor itu
sendiri
2.
Pihak Kreditor
3.
Jaksa, untuk
kepentingan umum
4.
Dalam hal
Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit
adalah Bank Indonesia
5.
Dalam hal
Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan
permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
6.
Dalam hal
Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun,
dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan
adalah Mentri Keuangan.
Adapun pengaturan mengenai kepailitan di
Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:
· UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran;
· UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
· UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
· UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
· Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
· Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur
Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan
(UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)
Sumber:
1. http://ayusuliestya.wordpress.com
2. http://dewaruci2.wordpress.com
3. http://kahfiehudson.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment