Saturday, May 26, 2012


Oleh
Oktora Novianti Simanjuntak
Pailit dapat diartikan perseroan dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.

Maka, dapat dikatakan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Perseroan Pailit, yaitu Lembaga yang mempunyai utang karena perjanjian dan sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

Sebelum membahas mengenai persyaratan kepailitan, berikut sedikit penjelasan mengenai apa itu pailit dan pihak-pihak yang dipailitkan berdasakan Pasal 1 butir (1). (2), (3), dan (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004:

1.    Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2.    Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

3.    Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

4.    Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan

Pernyataan pailit terhadap perseroan dinyatakan secara sederhana, artinya tidak diperlukan alat-alat pembuktian sebagaimana dalam Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena cukup dengan bila peristiwa itu telah terbukti dengan alat-alat pembuktian sederhana.

Alasan Kepailitan
·       Perusahaan tidak lagi sanggup membayar hutangnya.
·       Pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan.
·       Adanya ancaman, teguran atau upaya hukum dan para kreditur.
·       Perusahaan tidak lagi menjalankan usahanya.
·       Adanya pemutusan hubungan kerja PHK bagi karyawannya.
·       Upaya terakhir yang paling baik untuk semua pihak dalam menyelesaikan pembayaran hutang.

Terkait hal tersebut di atas maka suatu perseroan dapat dinyatakan pailit, apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1.    Mempunyai dua atau lebih kreditor Hal ini dimaksudkan bahwa Perseroan dalam keadaan benar-benar tidak mampu membayar terhadap dua atau lebih kreditornya tersebut.

2.    Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagihPada pernyataan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih disini adalah utang pokok atau bunga yang tidak terbayar, namun pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37 Tahun 2004, disebutkan kewajiban untuk membayar utang jatuh waktu dan dapat ditagih baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu pengalihan sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan saksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

3.    Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa yang dimaksud kreditor adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis maupun preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Namun bilamana terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.

Demikian penjelasan dari kami berdasarkan ketentuan yang berlaku, dan sebagaimana yang disebutkan dalam UU No. 37 Tahun 2004, bahwa syarat kepailitan ini diatur untuk menghindari adanya perebutan harta perseroan maupun kecurangan-kecurangan oleh salah seorang kreditor atau bahkan pihak perseroan sendiri.

Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:
1.    Pihak Debitor itu sendiri
2.    Pihak Kreditor
3.    Jaksa, untuk kepentingan umum
4.    Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
5.    Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

6.    Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.

Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:

·       UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
·       UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
·       UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
·       UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
·       Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
·       Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)

Sumber: 
1.    http://ayusuliestya.wordpress.com
            2.  http://dewaruci2.wordpress.com
3. http://kahfiehudson.wordpress.com


0 comments:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!