Oleh Endi Sahputra |
Dalam dunia perbankan,
pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia
perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah.
Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan
jasa perbankan, berada pada dua sisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi
mana berada. Dilihat pada sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya
pada bank baik sebagai penabung, deposan maupun pembeli surat berharga
(obligasi atau commercial paper) maka pada saat itu nasabah
berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Dalam pelayanan jasa
perbankan lainnya seperti dalam pelayanan bank garansi, penyewaan save
depostie box, transfer uang, dan pelayanan lainnya, nasabah mempunyai
kedudukan yang berbeda pula. Tetapi dari semua kedudukan tersebut pada dasarnya
nasabah merupakan konsumen dari pelaku usaha yang menyediakan jasa di sektor
perbankan.
Fokus persoalan
perlindungan nasabah tertuju pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta
ketentuan perjanjian yang mengatur hubungan antara bank dengan nasabah dapat
terwujud dari suatu perjanjian, baik perjanjian yang berbentuk akta di bawah
tangan maupun dalam bentuk otentik. Dalam konteks inilah perlu pengamatan yang
baik untuk menjaga suatu bentuk perlindungan bagi konsumen namun tidak melemahkan
kedudukan posisi bank, hal demikian perlu mengingat seringnya perjanjian yang
dilaksanakan antara bank dengan nasabah telah dibakukan dengan suatu perjanjian
baku.
Sisi lain yang menjadi
fokus perlindungan konsumen dalam sektor jasa perbankan, yaitu pelayanan di
bidang perkreditan. Hal-hal yang menjadi perhatian untuk perlindungan konsumen,
yaitu pada proses yang harus ditempuh, dan warkat-warkat yang digunakan dalam
pemberian krdit tersebut. Tidak kalah pentingnya pula yaitu saat pengikatan hukum
antara bank dengan nasabah dimana secara hukum biasanya menyangkut dua macam
pengikatan berupa: perjanjian kredit dan perjanjian tambahan yakni perjanjian
mengikuti perjanjian pokok berupa suatu perjanjian penjaminan.
Lembaga perbankan adalah
lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian guna tetap
mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah berusaha
melindungi masyarakat dari tindakan lembaga, ataupun oknumnya yang tidak
bertanggungjawab, dan merusak sendi kepercayaan masyarakat.
Bank Indonesia sebagai
pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi,
dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang
salah. Hal-hal yang menyangkut dengan usaha perlindungan nasabah diantaranya
berupa laporan dan data-data yang merupakan bahan informasi.
Bank Indonesia sebagai
otoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan
perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan bank.
Berbagai regulasi dalam
bidang perbankan mengenai perlindungan nasabah bank diantaranya adalah
Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari
2005 tentang “Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah” dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Penyelesaian
Pengaduan Nasabah” dan PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang
“Media Perbankan”.
Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah melalui Bank Indonesia mulai memperhatikan
kepentingan nasabah dalam konteks perlindungan nasabah bank yang
sebelumnya cenderung terabaikan, baik oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
maupun tidak optimalnya pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang mensyaratkan adanya keseimbangan
perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta
perekonomian yang sehat, dalam konteks ini termasuk dalam hubungan antara bank
sebagai pelaku usaha dengan nasabahnya.
Mengingat pentingnya
perlindungan nasabah tersebut, Bank Indonesia menetapkan upaya perlindungan
nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang terdiri dari
enam pilar, bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk dan tatanan pada
industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Arah kebijakan
pengembangan industri perbankan tersebut dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem
perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem
keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Enam pilar dalam API
adalah:
- Struktur
perbankan yang sehat
- Sistim
pengaturan yang efektif
- Sistim
pengawasan yang independen dan efektif
- Industri
perbankan yang kuat
- Infrastruktur
pendukung yang mencukupi
- Perlindungan
Konsumen
Upaya perlindungan
nasabah dalam Pilar ke-6 API dituangkan dalam
empat aspek yang terkait satu sama lain dan secara bersama-sama akan dapat
meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah. Empat aspek
tersebut adalah
1. Penyusunan
standar mekanisme pengaduan nasabah;
2. Pembentukan
lembaga mediasi perbankan;
3. Penyusunan
standar transparansi informasi produk, dan
4. Peningkatan
edukasi untuk nasabah.
Program penyusunan
mekanisme pengaduan nasabah di bank dan program pembentukan lembaga mediasi
independen ditujukan untuk mengatasi permasalahan antara nasabah dengan bank
yang saat ini sudah terjadi, sedangkan program penyusunan standar transparansi
informasi produk perbankan ditujukan sebagai sarana awal untuk mencegah
timbulnya permasalahan antara nasabah dengan bank. Khusus untuk program edukasi
nasabah, pelaksanaannya dirasakan perlu diperluas hingga mencakup mereka yang belum
dan akan menjadi nasabah bank agar pada saat pertama kali berhubungan dengan
bank para calon nasabah tersebut sudah memiliki informasi yang cukup mengenai
kegiatan usaha serta produk dan jasa bank.
Edukasi masyarakat di
bidang perbankan pada dasarnya merupakan pemberian informasi dan pemahaman
kepada masyarakat mengenai fungsi dan kegiatan usaha bank, serta produk dan
jasa yang ditawarkan bank. Pemberian Edukasi ini diharapkan
dapat memfasilitasi pemberian informasi yang cukup kepada masyarakat sebelum
mereka melakukan interaksi dengan bank. Dengan demikian akan terhindar adanya
kesenjangan informasi pada pemanfaatan produk dan jasa perbankan yang dapat
menyebabkan timbulnya permasalahan antara bank dengan nasabah di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA :
- Hhtp: //BI.go. id/API,html/ Diakses 27 November 2007. --->??? (editor)
- Burhanuddin Abdullah. Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 2006)
- Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, 2003)
- Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.
- Http://www.bi.go,id, diakses tgl 19 Nov 2007
- Yahya Harahap, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996)
0 comments:
Post a Comment